Sistem Pendidikan di Indonesia Buang-Buang Waktu

Sistem Pendidikan di Indonesia

Sistem pendidikan di Indonesia terus mengalami perkembangan dan perubahan, termasuk dalam hal sistem penilaiannya. Dulu, Ujian Nasional (UN) menjadi momok bagi para siswa karena dianggap sebagai penentu utama kelulusan. Namun, sejak tahun 2021, UN telah dihapus dan digantikan dengan Asesmen Nasional (AN) dan Survei Karakter.

Meskipun UN telah dihapus, beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya efisiensi sistem pendidikan di Indonesia masih ada. Berikut beberapa di antaranya:

1. Kurikulum yang Belum Sepenuhnya Berorientasi pada Kebutuhan Dunia Kerja

Kurikulum pendidikan di Indonesia masih dalam tahap pengembangan untuk lebih berorientasi pada kebutuhan dunia kerja. Hal ini terlihat dari masih adanya mata pelajaran yang kurang relevan dengan dunia kerja dan kurangnya penekanan pada pengembangan keterampilan abad ke-21 seperti soft skills dan critical thinking.

Tak heran ketika siswa lulus, bingung mau kerja apa. Karena yang didapatkan tidak sesuai dengan dunia kerja.

Ini pun juga berlaku di perguruan tinggi. Kita bisa lihat banyaknya fresh graduate yang menganggur dan sulit cari kerja setelah lulus kuliah. Karena salah satu alasannya adalah tidak memiliki keterampilan yang sesuai dan dibutuhkan dunia kerja. Akhirnya mereka kalah bersaing.

Seharusnya, kurikulum mulai SD itu diubah dan fokus pada minat bakat siswa. Sehingga ketika siswa lulus SD, mereka sudah tahu apa minat bakatnya. Di SMP mereka tinggal fokus pada menekuni minat bakatnya ini. Kemudian di jenjang SMA/K inilah mulai mengembangkan minat bakat dan pengenalan dengan dunia kerja.

Dan kuliah pun akhirnya hanya dijadikan sebagai tempat untuk memperluas ilmu yang sudah didapatkan dan untuk mendapatkan keterampilan yang lebih khusus lagi.

Jadi sistem kurikulum di Indonesia itu harus dipangkas.

2. Metode Pembelajaran yang Masih Tradisional

Metode pembelajaran tradisional yang berpusat pada guru masih banyak digunakan di sekolah-sekolah Indonesia. Hal ini membuat siswa kurang terlibat dalam proses belajar dan tidak terdorong untuk mengembangkan rasa ingin tahu dan kemandirian belajar.

Di beberapa negara yang pendidikannya telah maju, seperti Finlandia, Singapura, dan lainnya, mereka telah mengimplementasikan metode pembelajaran yang fokus pada keaktifan siswa.

Guru didorong untuk menciptakan lingkungan belajar yang interaktif dan kolaboratif di mana siswa dapat terlibat aktif dalam proses belajar mereka. Contoh metode pembelajaran aktif yang umum digunakan di Finlandia termasuk diskusi kelompok, pemecahan masalah, proyek belajar, dan simulasi.

Di Indonesia mungkin beberapa instansi pendidikan sudah diterapkan, tetapi hal ini kurang dilandasi kesadaran dan semangat belajar dari para siswanya.

3. Infrastruktur dan Fasilitas yang Kurang Memadai

Kekurangan infrastruktur dan fasilitas yang memadai, seperti ruang kelas yang layak, buku teks dan alat peraga yang lengkap, serta akses internet dan teknologi, masih menjadi kendala di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini dapat menghambat proses belajar mengajar dan membuat siswa tidak mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Baca juga :   Tidak Lolos Seleksi CPNS? Kamu Tetap Bisa Lakukan Ini

Selain itu, masih banyak fasilitas yang belum tersedia untuk semua bidang keterampilan. Padahal setiap orang itu memiliki bakat dan minat yang berbeda, bakat minat inilah yang perlu diasah di tempat yang mendukung untuk itu.

4. Kualitas Guru yang Beragam

Kualitas guru di Indonesia masih beragam, dengan masih banyak guru yang belum memiliki kualifikasi dan pelatihan yang memadai. Hal ini dapat menyebabkan inkonsistensi dalam kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa.

Sudah jadi rahasia umum kalau saat ini guru di Indonesia masih disibukkan dengan urusan administrasi dirinya. Sehingga mereka justru tidak bisa fokus pada pengajaran. Masalah administrasi saja kadang membuat guru merasa kerepotan. Alhasil pola pengajaran yang diberikan juga akan kurang maksimal.

Dampak dari Sistem Pendidikan yang Kurang Efisien

Pendidikan itu penting, karena dampaknya tidak hanya untuk individu saja, tetapi juga untuk negara.

Hal paling berdampak bisa berupa :

1. Kehilangan potensi individu

Siswa yang tidak mendapatkan pendidikan yang berkualitas berisiko kehilangan potensi mereka untuk berkembang dan mencapai kesuksesan dalam hidup. Banyak individu yang akhirnya mengikuti orang lain dan keadaan yang ada. Mereka tidak tahu apa minat bakatnya, sehingga potensi yang sebenarnya bisa dikembangkan dan jadi profesi pekerjaan akan terkubur dalam-dalam.

2. Tingginya angka pengangguran

Lulusan sekolah yang tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh dunia kerja berisiko menjadi pengangguran.

Inilah yang saat ini terjadi. Sudah kuliah kok cari kerja susah, sudah punya IPK bagus kok masih sulit cari kerja, dll.

3. Rendahnya daya saing bangsa

Kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas dapat menghambat daya saing bangsa di kancah internasional. Akhirnya penguasa negari ini diisi oleh orang-orang yang kurang kompeten di bidangnya.

Mereka hanya bekerja berdasarkan apa yang telah ditugaskan, bukan karena paham apa yang harus dikerjakan. Selain itu orientasinya juga bukan untuk bagaimana bisa berkembang, tetapi bagaimana bisa mendapatkan banyak uang. Akhirnya terjadilah korupsi dimana-mana.

Inilah mengapa pentingnya sistem pendidikan di suatu negara. Dampaknya akan sangat terasa jika sistem pendidikan sudah benar, baik untuk individu maupun negara. Untuk itu di tengah kondisi sistem pendidikan di Indonesia saat ini dan gejolak dunia kerja yang semakin banyak PHK di mana-mana, penting untuk melakukan kemandirian dalam belajar.

Tiap individu harus berani aktif dan tidak harus mengikuti sistem yang ada. Dan perlu adanya pihak-pihak swasta yang membangun instansi pendidikan yang memiliki sistem pendidikan yang lebih fokus minat bakat. Dan semua itu bisa dimulai dari lingkungan yang paling kecil, yaitu keluarga.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *